“Demokrat Kubu Moledoko Sah, Demokrat Kubu AHY Yang Abal-Abal “


Wakil Sekjen Partai Demokrat kubu Moledoko  hasil KLB, Muhammad Rahmad menyebut Demokrat Kubu Moeldoko adalah Demokrat yang sah, sementara Demokrat Kubu AHY adalah Demokrat abal-abal

“Mereka menyebut KLB Deli Serdang abal-abal Padahal sesungguhnya yang abal abal itu adalah produk kongres Partai Demokrat 2020 yang menjadikan AHY ketua umum dan produk AD/ART 2020,” katanya.

Menurut Rahmad, AHY menjadi Ketua Umum dengan cara melanggar semua ketentuan kongres. Terpilih tanpa ada tata tertib, dan terpilih tanpa ada laporan pertanggung jawaban penggunaan keuangan oleh Ketua Umum sebelumnya, SBY.

“Terpilih dengan cara mengusir peserta kongres yang memiliki hak bicara. Terpilih dengann mengabaikan ketentuan AD/ART 2015 yakni syarat jadi ketua umum adalah kader yang sudah aktif 5 tahun,” ungkapnya.

Sehingga Rahmad memandang, produk AD/ART kongres 2020 itu jutsru yang abal-abal karena tidak dibahas di dalam kongres. Menurutnya, peserta kongres tidak tahu siapa yang membuat AD/ART 2020 siluman itu. “Tiba-tiba muncul AD/ART 2020 siluman yang didaftarkan ke Kemenkumham,” ujarnya.

“Penguasa alam ternyata tidak mengizinkan AD/ART siluman itu tumbuh di partai demokrat karena isinya melanggar UUD dan UU Partai Politik, karena isinya merampok kepemilikan partai demokrat dari milik rakyat menjadi milik keluargais,” kata dia.

Di sisi lain, lanjut Rahmad, SBY tak pernah mendirikan partai Demokrat dan itu fakta sejarah, lalu tiba-tiba di dalam AD/ART 2020 dibuatkan seolah-olah SBY yang mendirikan partai demokrat. Karena ia menganggap, cara-cara brutal untuk mengkudeta kepemilikan partai justru dilakukan kubu AHY dan SBY. Dan baginya hal itu sungguh tak ada rumus serta kamus demokrasi.

Karena itu, Rahmad mengatakan, aturan dasar Partai Demokrat yaitu AD ART Kongres 2020 itu batal demi hukum karena bertentangan dengan UU, baik UUD maupun UU Partai Politik.

“KLB Partai Demokrat Deli serdang sah menurut hukum. Itu sudah dikaji secara akademis oleh pakar pakar hukum tata negara Indonesia. Baik melalui kajian perorangan maupun melalui diskusi publik secara terbuka maupun melalui kajian simposium dan seminar. Hasil kajian itu sdh kami serahkan ke Kemenkumham,” pungkasnya. (Okz)

Berita Terkait

Top