Terdakwa Mukti Sulaiman Minta Maaf Kepada PWI Pusat dan Wartawan di PN Palembang


Palembang, Suarasumsel.net — Mukti Sulaiman terdakwa dugaan kasus korupsi Masjid Sriwijaya, Selasa (5/10/2021) meminta maaf kepada PWI Pusat dan Wartawan terkait kejadian kerabatnya menghalangi sejumlah wartawan yang hendak mengambil foto disaat terdakwa keluar dari ruang sidang di Pengadilan Negeri (PN) Palembang, Senin sore (4/10/2021).

Permintaan maaf tersebut disampaikan Mukti Sulaiman melalui pesan WhatsApp.

“Assalamualaikum, kepada Ketua PWI Pusat di tempat, perihal permohonan maaf atas ketidaknyamanan rekan-rekan media pada hari Senin 4 Oktober 2021 sehabis sidang di Pengadilan Negeri Palembang sekitar lebih kurang pukul 16.30 WIB. Rombongan keluarga saya sudah menunggu di dekat pintu keluar PN Palembang, sedangkan saya masih konsultasi dangan penasihat hukum. Begitu selesai saya langsung menuju pintu keluar PN Palembang dan suasana sudah dipenuhi oleh rombongan keluarga saya, sedang rekan media berada di bagian luar pintu PN Palembang. Sehingga rekan-rekam media yang akan meliput saya menjadi terganggu,” ujar Mukti Sulaiman.

Menurutnya, atas ketidak nyamanan tersebut dirinya atas nama pribadi dan atas nama keluarga menyampaikan permohonan maaf atas ketidaknyamanan tersebut.

“Mohon maaf baik kepada PWI Pusat maupun kepada rekan-rekan media di lapangan. Kedepan kita berharap kejadian serupa tidak akan terulang. Demikian dan atas perhatian Bapak di PWI pusat dan rekan media saya ucapkan terima kasih. Wassalam, Mukti Sulaiman,” tandasnya dalam pesan di WhatsApp.

Diberitakan sebelumnya, kerabat Mukti Sulaiman (mantan Sekda Sumsel) terdakwa dugaan korupsi Masjid Sriwijaya, Senin sore (4/10/2021) menghalangi sejumlah wartawan yang hendak mengambil gambar disaat terdakwa keluar dari ruang sidang usai menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Palembang.

Dalam sidang yang digelar sejak sekitar pukul 11.00 WIB hingga sekitar pukul 17.00 WIB tersebut, persidangan dengan menghadirkan empat saksi berjalan dengan aman dan tertib.

Adapun empat saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sumsel di persidangan tersebut, yakni; Toni Aguswara anggota Divisi Hukum Lahan dan Administrasi Masjid Sriwijaya yang juga anggota Panitia Lelang Proyek Pembangunan Masjid Sriwijaya, saksi Dr KM Aminuddin ST MT Wakil Ketua Divisi Perencanaan Masjid Sriwijaya yang juga anggota Panitia Divisi Lelang Pembangunan Masjid Sriwijaya, Ir H KM Isnaini Madani MT, dan saksi Muhammad Rudyana Wahyudi Pihak dari BPN.

Namun setelah persidangan selesai, tampak sejumlah pria berbadan tegap dan berambut pendek yang merupakan kerabat dari Mukti Sulaiman keluar dari ruang sidang untuk mengawal Mukti Sulaiman, yang ketika itu Mukti hendak naik ke mobil tahanan.

Bahkan sejumlah pria tersebut dengan kedua tangan mereka menghalangi wartawan yang ketika itu sedang mengambil foto terdakwa Mukti Sulaiman menggunakan kamera handphone.

“Jangan dipegang Pak (handphone),” kata salah satu wartawan.

Kemudian salah satu dari pri berbadan tegap tersebut menyampaikan kata dengan nada tinggi.

“Ngapo,” ujar pria itu.

Situasi tersebut tak berlangsung lama, setelah terdakwa Mukti Sulaiman naik ke mobil tahanan yang membawanya ke Rutan Pakjo, kemudian segerombolan pri berbadan tegap tersebut juga ikut pergi meninggalkan lokasi.

Pantauan di persidangan, sejak sidang dimulai kerabat dari terdakwa Mukti Sulaiman memang telah terlihat di dalam dan di luar ruang sidang.

Sementara Ketua Advokasi/Pembelaan Wartawan PWI Pusat, Ocktap Riady, Selasa (5/10/2021) menyesalkan adanya tindakan berlebihan yang diduga dilakukan oleh serombongan keluarga terdakwa dugaan kasus korupsi Mukti Sulaiman terhadap wartawan yang sedang meliput di Pengadilan Tipikor Palembang, Senin sore (4/5/2021).

Menurutnya, tindakan berlebihan menghalangi wartawan mengambil foto itu bisa dikategorikan menghalang halangi kerja wartawan.

“Biarkan wartawan bekerja dengan baik. Wartawan itu dilindungi UU Pers No 40 Tahun 1999. Jangan sampai timbul persoalan baru keluarga tersangka korupsi dengan wartawan. Saya rasa foto foto yang diterbitkan kawan-kawan juga pasti sudah mempunyai memikirkan dampak hukumnya. Jika tidak puas bisa layangkan hak jawab atau hak koreksi. Jangan lakukan kekerasan atau mencoba menghalangi pekerjaan wartawan,” ujar Ocktap.

Ia pun mengungkapkan, ada ancaman hukuman bagi pihak yang menghalangi tugas wartawan.

“Dalam Pasal 18 ayat 1 UU no 40 tentang pers menyatakan siapa yang menghalangi atau menghambat kerja wartawan bisa dipidana penjara 2 tahun atau denda Rp 500 juta,” tegasnya. (Rill)

Berita Terkait

Top