Atiqah Hasiholan Bangkitkan Kembali Marsinah, Ratna Sarumpaet: Jangan Ada Lagi Cebong dan Kampret


JAKARTA — “Marsinah Menggugat” kembali ditampilkan. Kali ini adalah Atiqah Hasiholan yang berperan sebagai Marsinah dalam monolog karya Ratna Sarumpaet itu.

Marsinah adalah seorang buruh wanita dari Sidoarjo, Jawa Timur, yang kisah tragisnya mewarnai perjalanan gerakan prodemokrasi Indonesia di era 1990an. Karena memperjuangkan nasib buruh di pabrik tempatnya bekerja, Marsinah tewas dibunuh secara sadis dan mengerikan.

Pementasan cuplikan monolog “Marsinah Menggugat” dilakukan dalam peluncuran biografi Ratna Sarumpaet berjudul “Aku Bukan Politikus” yang diterbitkan Booknesia, Kamis malam (24/3) di Museum Benyamin Sueb, Jatinegara, Jakarta Timur.

Atiqah Hasiholan tampil memukau dan memikat di atas panggung, menyempurnakan peluncuran buku yang berlangsung secara sederhana dan khidmat. Kemampuannya menampilkan Marsinah dan problematika pembangunan dan demokrasi Indonesia rasanya tak kalah dengan penampilan Ratna Sarumpaet, yang adalah ibunya, lebih dari dua dekade lalu.

Peluncuran yang dilakukan secara hybrid itu juga diikuti sejumlah sahabat Ratna Sarumpaet seperti Jajang C. Noer, Adhie Massardi, dan Hatta Taliwang, serta kerabatnya.

Di bagian awal peluncuran, pendongeng Agus Nur Amal PMTOH dengan tak kalah memukau menceritakan kisah yang ditulis Ratna Sarumpaet di dalam bukunya itu.

Mulai dari perjalanan masa kecil dan keluarga Ratna Sarumpaet, perkenalannya dengan dunia teater, aktivitas pembelaan HAM dan kemanusiaan yang dilakukannya, sampai sepak terjangnya di dunia politik.

CEO RMOL Network Teguh Santosa dalam sambutannya mengucapkan terima kasih kepada Ratna Sarumpaet dan keluarga yang mempercayakan penerbitan biografi ini kepada Booknesia.

Sementara Topas Juanda, perwakilan masyarakat Kampung Akuarium di Jakarta Utara, mengatakan, masyarakat mengenal Ratna Sarumpaet sebagai sosok pembela yang tulus dan tidak berpura-pura.

Adalah Ratna Sarumpaet yang pertama kali “meributkan” penggusuran Kampung Akuarium oleh Gubernur DKI Jakarta pada masa itu, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok di tahun 2016 lalu. Setelah Ratna Sarumpaet meributkan penggusuran itu, banyak pihak yang mulai memberikan perhatian.

“Umi (Ratna Sarumpaet) yang kami kenal adalah perempuan tangguh. Beliau juga membantu kami untuk ke pengadilan, sampai meminjamkan uangnya untuk bayar materai dalam surat gugatan,” ujar Topas lagi.

Adapun Jajang C. Noer yang hadir di ruang virtual mengatakan, Ratna Sarumpaet adalah orang yang dialogis tak sungkan menyuarakan hal-hal yang menurutnya tidak sesuai atau tidak berjalan sebagaimana mestinya.

“Kami saling menyayangi, dalam arti kata kami saling mengkritik kalau salah dan memuji kalau benar. Itulah kami itu. Persahabatan kami sangat unik, sangat bagus,” ucap Jajang.

Adik kandung Ratna Sarumpaet, Sam Sarumpaet, mengatakan, kakaknya ini memiliki kemampuan pedagogis yang mampu mentransfer pemahamannya atas berbagai persoalan kepada orang lain.

“Dia (Ratna Sarumpaet) tidak ada takutnya pada siapapun. Jadi, kalau nyali kita manusia biasa ada ukurannya, (nyali) dia kayaknya di luar ukuran normal,” ujar Sam Sarumpaet yang juga dikenal sebagai sutradara.

Aktivis prodemokrasi Adhie Massardi yang diberi kesempatan pamungkas untuk menyampaikan pandangan mengenai Ratna Sarumpaet larut dalam haru. Ia hampir tak mampu berkata apapun.

“Ini sahabat saya. Pejuang. Ini hatinya Indonesia,” ujar Adhie Massardi menahan tangis.

*Cebong dan Kampret*

Nama Ratna Sarumpaet sempat tercoreng dalam kasus hoax penyiksaan dirinya di bulan Oktober 2018. Dalam vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Ratna Sarumpaet dijatuhi hukuman dua tahun penjara. Setelah menjalani masa hukuman dipotong remisi Idul Fitri dan 17 Agustus, Ratna Sarumpaet dibebaskan pada Desember 2019.

Dalam sambutan di peluncuran buku, Ratna Sarumpaet mengatakan, buku “Aku Bukan Politikus” ditulisnya saat berada di dalam tahanan dan penjara.

“Buku ‘Aku Bukan Politikus’ saya tulis di tahanan. Ketika saya tulis seperti meredam kemarahan. Begitu kepala saya berputar ke levisi di sel dan melihat keributan pilpres saat itu, saya seperti mau mati,” ujar Ratna Sarumpaet.

Ratna mengatakan, bangsa Indonesia merupakan bangsa yang diberkahi Tuhan Yang Maha Esa. Sejarah negeri ini di masa lalu berisi kisah kejayaan dan kepahlawan.

“Negeri ini kayanya luar biasa. Masyarakat internasional iri melihat betapa kayanya kita. Indonesia lahir, mengikuti kulturnya sendiri. Indonesia menyusun filosofinya, ideologinya, mengikuti perjalanan hidupnya, perjuangan-perjuangannya dan kulturnya. Itulah Indonesia,” papar Ratna.

Pancasila dan UUD 1945, kata Ratna Sarumpaet, tidak kebetulan datang begitu saja. Melainkan bekal yang diberikan oleh Allah SWT agar Indonesia mampu menjadi sebuah negara yang bersatu, bersaudara, saling merangkul. Negara yang walaupun memiliki banyak perbedaan namun masyarakatnya memilih untuk hidup bersama.

Akan tetapi, dia mengingatkan, Indonesia juga tidak luput dari ancaman kehancuran. Baik oleh tekanan dari luar maupun oleh keretakan dari dalam.

“Mari kita mulai berpikir, tidak lagi bertengkar. Tetapi mencoba, mensiasati, mencoba mencari cara bagaimana supaya kita bisa duduk bersama, bicara tentang nasib bangsa kita ini,” sambungnya.

Indonesia harus melakukan pembenahan, dan rakyat yang merupakan pemegang kedaulatan tertinggi tidak boleh takut dengan segelintir oligarki dan elit.

“Harus kita pelajari cara bagaimana kita membenahi bangsa ini. Saya minta dengan sangat, satu kali lagi, bersatulah. Jangan hanya saling memaki, saling meneriaki. Enggak ada gunanya,” ujarnya.

“Jangan ada lagi cebong dan kampret,” pungkas Ratna Sarumpaet.(Rilis JMSI)

Berita Terkait

Top