Mayoritas Fraksi Ingin Pilkada Serentak 2024


Mayoritas fraksi di DPR dipastikan menolak revisi Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Dengan demikian, pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 2022 dan 2023 tetap digelar pada 2024 sesuai dengan UU Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.

Revisi UU Pemilu sebenarnya masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR 2021. Semula, perdebatan revisi hanya terkait dengan sistem pemilu terbuka atau tertutup, syarat ambang batas perolehan suara partai politik, hingga pencalonan presiden. Namun, belakangan, revisi juga mengarah ke normalisasi pilkada serentak, yang artinya akan ikut mengubah pasal tertentu pada UU 10/2016.

Pasal 201 ayat (8) UU 10/2016 menyebutkan, pemungutan suara serentak nasional dalam pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota di seluruh wilayah NKRI dilaksanakan pada November 2024.

Lalu, ayat (9) menyebutkan, untuk mengisi kekosongan jabatan kepala daerah yang berakhir masa jabatannya pada 2022 dan yang berakhir masa jabatannya pada 2023, diangkat penjabat gubernur, penjabat bupati, dan penjabat wali kota sampai dengan terpilihnya gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota melalui pemilihan serentak nasional pada 2024.

Keserentakan pilkada, pemilu legislatif, dan pemilu presiden membuat beberapa fraksi di DPR memunculkan wacana revisi UU Pemilu. Fraksi-fraksi itu berpandangan, keserentakan pilkada, pileg, dan pilpres pada 2024 akan sulit dilakukan terutama oleh penyelenggara pemilu.

Mereka pun mewacanakan agar pilkada 2022 dan 2023 tetap digelar atau tidak disatukan pada 2024 sebagaimana tertuang dalam Pasal 201 UU 10/2016 tentang Pilkada. Fraksi-fraksi ini ingin agar normalisasi pilkada tersebut masuk dalam revisi UU Pemilu.

Fraksi-fraksi yang semula mendorong dilakukan revisi UU Pemilu adalah PKS, Partai Demokra, Partai Nasdem, dan Partai Golkar. Namun, Partai Golkar mengklarifikasi pernyataan sejumlah anggotanya di DPR terkait ini dan menolah dilakukan revisi UU Pemilu.

Pekan lalu, Partai Nasdem juga akhirnya mengikuti jejak parpol lain untuk tidak mendukung revisi UU Pemilu. Ketua Umum DPP Partai Nasdem, Surya Paloh mengarahkan agar Fraksi Partai Nasdem di DPR mengambil sikap untuk tidak melanjutkan revisi UU 7/2017 tentang Pemilu, termasuk mendukung sepenuhnya pelaksanaan pilkada serentak pada 2024.

Fraksi Partai Nasdem di DPR beserta jajaran diwajibkan untuk melaksanakan dan mengawal arahan Ketua Umum tersebut. Surya Paloh beranggapan, bangsa Indonesia saat ini tengah berjuang menghadapi pandemi Covid-19 dan melakukan upaya pemulihan ekonomi sebagai dampak pandemi. Upaya itu membutuhkan soliditas partai-partai politik dalam koalisi pemerintahan.

Sikap serupa juga disampaikan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Wakil Ketua Komisi II DPR Fraksi PKB Luqman Hakim mengatakan, fraksinya akan menghentikan pembahasan revisi UU 7/2017 tentang Pemilu sesuai dengan perintah Ketua Umum DPP PKB Muhaminin Iskandar.

“Ketua Umum DPP PKB memerintahkan Fraksi PKB di DPR agar menghentikan pembahasan draf RUU Pemilu yang saat ini sedang berjalan dan mendukung pilkada serentak nasional sesuai UU 10/2016, yaitu padaNovember 2024,” kata Luqman Hakim saat dikonfirmasi di Jakarta, Sabtu (6/2/2021).

Dengan demikian, mayoritas fraksi di DPR telah menyatakan penolakan terhadap pembahasan revisi UU Pemilu. Tinggal dua fraksi yang bertahan agar UU Pemilu direvisi, yang juga berdampak terhadap UU Pilkada, yakni PKS dan Partai Demokrat. (berita satu)

Berita Terkait

Top